“I think anybody who falls in
love is a freak. It's a crazy thing to do. It's kind of like a form of socially
acceptable insanity.” - Amy
Her milik Spike Jonze ini bukanlah jenis tontonan yang akan membuat Anda mengucap, “betapa romantisnya!” yang berlanjut ke tindakan mengusap air mata di dalam bioskop... dan lalu melupakannya begitu saja tanpa pernah lagi peduli beberapa hari kemudian – setidaknya setelah menemukan film percintaan yang lebih mengoyak emosi. Bukan. Anda akan sulit untuk mengenyahkan film yang satu ini dengan mudah dari benak pikiran karena jelas, Her bukanlah film percintaan yang biasa-biasa saja. Ini sebuah sajian yang begitu istimewa. Bahkan, Anda akan mendapati berbagai macam rasa yang tertinggal usai menyaksikan Her. Tidak hanya sekadar menyisakan rasa manis, tetapi juga ada percampuran antara kehangatan, kebahagiaan yang tiada terkira, hingga getir yang menyayat hati.
Film memperkenalkan kita kepada Theodore Twombly (Joaquin Phoenix), seorang penulis andalan di sebuah perusahaan yang menawarkan jasa penulisan surat dengan isian yang menyentuh bagi mereka yang tak mahir (atau tak memiliki waktu) merangkai kata untuk orang terkasih. Memiliki kehidupan yang sukses – tergambar dari pekerjaan yang sejalan dengan minat, teman-teman yang peduli, dan apartemen yang mewah – Theodore seharusnya bahagia, tapi kenyataan berbicara lain. Theodore yang kesepian, mendambakan figur seorang wanita untuk melalui sisa hidup bersama. Masalahnya, Theodore masih sulit melupakan sang mantan istri, Catherine (Rooney Mara). Upaya sang sahabat, Amy (Amy Adams), untuk mencomblangkannya pun tak berbuah hasil. Sebagai bentuk pelarian dari rasa kesepian, Theodore bercakap-cakap dengan sebuah sistem operasi yang menamai dirinya Samantha (Scarlett Johansson) yang tadinya dimaksudkan untuk meringankan pekerjaannya. Dari awalnya sekadar iseng, obrolan ini berlanjut kian intens hingga tanpa disadari... Theodore jatuh cinta pada Samantha!
Jatuh cinta kepada... sebuah operating system (OS)? Like, seriously? Dan ya, jalinan penceritaan dalam kisah cinta yang dicetuskan oleh Spike Jonze ini memang terbilang eksentrik dan berbeda. Tapi sebenarnya yang terjadi, Jonze hanya meramalkan (atau mendramatisir?) apa yang akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang perihal interaksi komunikasi antar manusia. Di masa dimana masyarakat dunia kini lebih gemar ‘bersosialisasi’ dengan gadget canggih yang dimiliki, bukankah tergolong masuk akal di masa depan akan tercipta sebuah teknologi yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi lebih mendalam dengan dunia di dalam ponsel genggam sebagai bentuk pelarian dari dunia nyata yang terlalu memusingkan? Bisa jadi, you’ll never know. Menggunakan satir sosial-politik masa kini sebagai dasar, Jonze lantas mengembangkannya menjadi skrip kisah percintaan yang cerdas dan orisinil bernuansa futuristis.
Apa yang kemudian disampaikan oleh si pembuat film pun tak hanya sekadar terasa ‘nyeleneh’, tetapi juga begitu jujur, simpatik, hangat, jenaka sekaligus personal. Ditemukannya sisi humanisme, beragam emosi, dan karakteristik yang kuat untuk sejumlah tokoh di dalam penceritaan adalah yang menjadi kunci utama mengapa begitu mudah bagi penonton untuk terikat dengan Her. Kita memahami perasaan yang menghujam Theodore; kehampaan hidupnya, ketakutannya memulai babak baru menjalin hubungan, kebahagiannya kala menemukan harapan adanya sosok pengganti Catherine, sampai kesakitannya saat menghadapi kenyataan yang berujung pada ‘pengkhianatan’. Penghayatan penuh yang dilakukan oleh Joaquin Phoenix untuk menghidupkan tokoh Theodore yang rapuh ini membuat penonton merasa mengenal, dekat, dan peduli terhadap apa yang dialaminya. Kita merayakan kegembiraan bersamanya dan kita juga teriris pedih bersamanya.
Lalu, kita pun dibuat jatuh hati kepada Samantha yang telah memberikan warna cerah di atas kertas kehidupan Theodore yang buram. Tanpa pernah sekalipun menampakkan diri, hidup dan matinya tokoh berbentuk sistem artifisial ini bergantung sepenuhnya kepada sumbangan suara dari Scarlett Johansson. Begitu Anda mendengar suara dari Samantha, Anda akan memahami alasan mengapa Theodore bisa begitu tergila-gila terhadap sosok tak nyata ini. Scarlett Johansson memberikan jiwa dan gairah melalui lantunan vokalnya yang renyah dan menghangatkan sehingga sosok Samantha pun menjadi terasa begitu hidup, dekat, dan mudah untuk dicintai. Bahkan, meski berbeda ‘alam’, keduanya pun berhasil menjalin chemistry yang begitu meyakinkan melalui serangkaian percakapan intens yang cerdas, manis, lucu, tetapi juga sangat pahit. Sungguh buah karya yang sangat mengagumkan dari seorang Spike Jonze. Bravo!
Outstanding
Sebagai bonus, saya menyertakan sebuah klip audio dari soundtrack Her, ‘The Moon Song’, yang dibawakan oleh Karen O. Tidak sepopuler ‘Let It Go’ memang, tetapi sangat mengesankan.
Ini film paling 'hipster' yang pernah saya tonton XD
ReplyDeleteNgomong2 dulu juga ada film dengan tema yg mirip kan,s1mone kalo tidak salah ?
Yup. Temanya kurang lebih memang sama, interaksi antara manusia dengan A.I. Tapi S1mone tidak mengeksplor sisi 'percintaan terlarang' dan secara visual pun tampak nyata (walau tak nyata). Saya suka film ini :)
ReplyDelete