August 4, 2014

REVIEW : RUNAWAY


Begini. Sebelum Anda memutuskan melenggang cantik (atau tampan) ke gedung bioskop terdekat guna menyaksikan Runaway, tanyakan terlebih dahulu ke lubuk hati paling dalam tentang: 1) apa keinginan yang ingin Anda genggam usai melahap film ini?, dan 2) apakah Anda adalah penggemar berat Al Ghazali sehingga menganggap melewatkan Runaway adalah sebuah kesalahan tak termaafkan?. Apabila jawaban atas pertanyaan pertama memiliki keterkaitan kuat dengan sesudahnya, maka Runaway bukanlah pilihan meragukan. Malah cenderung bersifat wajib. Tetapi jika tidak, hanya tergiur pada materi promosinya semata – harus diakui, Maxima Pictures adalah rumah produksi paling jagoan untuk perkara satu ini – bolehlah dipikir ulang. Kecuali, Anda memang sama sekali tidak keberatan melahap film yang isiannya tidak lebih dari jualan Al Ghazali yang tengah berkibar popularitasnya dan panorama indah Hong Kong. 

Dari sisi tuturan kisah, Runaway tampak terinspirasi dari film Mandarin bergenre action-romance pada dekade 80-90’an, Pretty Woman, sekaligus mengaplikasikan ‘damsel in distress’: pertautan asmara antara seorang kaya dan seorang miskin. Sesederhana itu. Si miskin adalah Tala (Tatjana Saphira), gadis pencopet yang melakoni tindakan kriminal untuk membiayai pengobatan sang ibu (Dewi Irawan) yang sakit-sakitan serta pamannya (Edward Akbar) yang terlilit hutang besar ke salah satu pimpinan gangster. Perpaduan antara paspor bermasalah dan tidak adanya biaya menjadi kendala bagi mereka untuk balik ke tanah air sehingga mau tak mau ketiganya pun terdampar di Hong Kong. Jawaban atas segala masalah yang merundung Tala lantas datang dari sosok Musa (Al Ghazali), putra pengusaha kaya yang berniat ekspansi bisnis ke Hong Kong. Pertemuan keduanya bermula saat Musa memergoki Tala yang mencopet dompet dan paspor miliknya. Sebagai bentuk ganti rugi, Musa meminta Tala untuk menemaninya jalan-jalan selama seminggu di Hong Kong yang menjadi cikal bakal terbentuknya asmara diantara mereka. 

Ya, Runaway memang hampir saja tidak memberikan kebahagiaan apapun kecuali untuk penggemar berat putra sulung musisi ternama Ahmad Dhani yang bisa dipastikan akan terpuaskan memandangi wajah tampan Al Ghazali di layar lebar sepanjang 100 menit sekalipun ekspresinya terhadap segala situasi cenderung sama tanpa ada perbedaan sedikitpun. Premis yang diusung – walau klisenya bukan main – sebetulnya memiliki potensi menjadi menarik, hanya saja dalam pengembangannya malah terseok-seok. Dimulai secara meyakinkan, Runaway tiba-tiba ‘ngadat’ setelah Musa berjumpa Tala. Kelewat bertele-tele, dialog menggelikan, dan porsi adegan aksi pun dipangkas secara signifikan. Kecewa? Tentu saja. Terlebih jika menonton film ini lantaran terbujuk rayu label ‘action-romance’ yang digembar-gemborkan selama masa promosi. Dalam hati pun seketika menjerit, “wahai pembuat film, mana adegan aksinya?!”. Selama durasi merentang, hanya ada sekitar 3-4 kekerasan yang tampak lengkap dengan segala kemustahilannya yang konyol. Oh ya, saya pastikan beberapa diantaranya akan membuat Anda tertawa. Dengan kata lain, unintentional comedy

Setelah melambat seolah kehabisan bahan bakar, entah bagaimana ceritanya Runaway tiba-tiba bergerak kencang di 15 menit terakhir, kelewat kencang malah, seperti ingin buru-buru pulang karena hujan badai segera menyapa. Akibatnya, klimaks yang berpotensi meninggalkan kesan mendalam pula menguras air mata pun terjatuh hambar, aneh, dan terlewat dipaksakan. Komentar semacam “lho kok jadi begini? Si itu kok bisa jadi begitu?” pun seketika terlontar dari mulut penonton lantaran penyelesaian konflik yang serasa digampangkan membuat kepercayaan terhadap tuturan kisah meredup. Sungguh sangat disayangkan. Tapi beruntung, sekalipun rasa kecewa mendera, Runaway turut pula menyumbangkan kesan manis berkat keindahan Hong Kong di beberapa titik yang membuai mata dimaksimalkan secara penuh oleh Guntur Soeharjanto, beberapa adegan laga – walau seringkali serasa sekelebat – yang mengasyikkan, akting apik dari Tatjana Saphira (kecantikannya tak kalah dari Asmirandah!) pula Dewi Irawan, dan penempatan lagu pengiring ‘Kurayu Bidadari’ secara pas memberikan sedikit rasa pada film. Dengan begini, muka masam bertekuk-tekuk pun tidak menyertai kala meninggalkan gedung bioskop.

Acceptable



2 comments:

  1. nontonnya jd standup comedy

    ReplyDelete
  2. kalau lanjutannya seperti ini :
    http://mayaaswriter.blogspot.co.id/2015/12/runaway-2-run-again-in-europe-part-1.html
    menurut kalian gimana?

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch