October 10, 2014

REVIEW : DRACULA UNTOLD


Tunggu, kita mendapat satu lagi film tentang, errr... Drakula? Sepertinya para sineas dunia begitu terobsesi mengeksploitasi makhluk pengisap darah dari novel klasik rekaan Bram Stoker ini sehingga tidak tanggung-tanggung ada banyak bermunculan versi dalam 5 tahun terakhir – termasuk film animasi yang disulih suara oleh Adam Sandler serta serial televisi yang menampilkan Jonathan Rhys Myers. They just can’t get enough of Dracula. Dengan beragam pendefinisian yang telah dilakukan terhadap kehidupan Count Dracula selama ini, maka boleh jadi tidak ada lagi sisi si vampir yang tersisa untuk dicelotehkan. Tapi, kamu tentu tidak berpikir Hollywood akan kehabisan akal, bukan? Jika mereka bisa mengacak-acak sejarah presiden favorit masyarakat Amerika, mengapa tidak untuk sebuah karakter literatur yang memang telah terbiasa menghadapi dekonstruksi? Lagipula, Gary Shore bersama dua rekan penulis skrip, Matt Sazama dan Burk Sharpless, menemukan sisi lain yang terlupakan dari Dracula untuk diceritakan di berbagai filmnya melalui Dracula Untold, yakni asal-muasalnya. 

Dinarasikan oleh putra semata wayang Dracula, Ingeras (Art Parkinson), kita ditarik ke belakang sebelum si vampir berubah wujud menjadi salah satu karakter fiksi paling menyeramkan yang pernah ada. Vlad III Tepes (Luke Evans), penguasa Wallachia di abad 15 yang menjadi sumber inspirasi terbentuknya karakter ikonik ini, dikisahkan sebagai pemimpin yang berusaha melindungi warganya dari jamahan Turki Utsmaniyah yang sedang gencar menaklukkan daratan Eropa. Walau kegemarannya menyula lawan-lawannya secara bengis turut diceritakan, tetapi Vlad III sendiri lebih digambarkan sebagai seorang pahlawan yang rela berbuat apapun demi memberikan keamanan bagi warga dan keluarga kecilnya. Dalam hal ini, berarti mengorbankan dirinya sendiri untuk menghindarkan mereka dari cengkraman Sultan Mehmed II (Dominic Cooper) yang menginginkan 1000 anak muda dari kerajaan Vlad III, termasuk Ingeras, untuk bertarung di pasukan militer bentukannya. 

Seperti halnya beberapa film sejenis yang menawarkan dekonstruksi pada penceritaan, Dracula Untold pun merombak sejarah yang telah tersusun rapi sekenanya demi kebutuhan cerita. Tentu saja kamu tidak akan melihat Vlad III Tepes sebagai sosok yang 100% antagonis, meski untungnya si pembuat film tidak lancang pula merombaknya menjadi figur berhati mulia seperti yang dilakukan kepada Maleficent tempo hari. Kebiadaban Vlad III tetap dipertontonkan, terutama di prolog dan menjelang klimaks saat genderang perang melawan pasukan Mehmed II ditabuhkan. Didominasi oleh nuansa gothic, pembuka film pun menyerbakkan nuansa mengganggu, tidak menyenangkan, dan mengerikan terlebih dengan adanya pemandangan korban-korban yang disula. Dracula Untold memulai langkahnya secara menjanjikan. Memberikan keyakinan tinggi pada penonton yang bisa jadi semula tidak berharap banyak kepada sajian satu ini. 

Tapi jangan dikira Dracula Untold akan membawamu pada deretan teror dan kengerian setelah pembuka yang gelap ini. Sebaliknya, Gary Shore mengarahkannya ke fantasi; membentuk Dracula sebagai sosok superhero – Oh ya, kamu tidak salah baca. Membelokkan dari sejarah asli yang menyebut Vlad III lebih sebagai sosok bengis. Dimanusiawikan dengan bubuhan latar yang mendasari perilaku tidak manusiawinya. Menjadi menarik karena tokoh ini pun tidak lantas sepenuhnya diputihkan, masih berada di area abu-abu, dan jalinan romansanya bersama sang istri, Mirena (Sarah Gadon), pun dicelotehkan secara memikat. Penonton bisa melihat sisi lain dari Dracula tanpa harus sepenuhnya mengeliminasi kebrutalannya. Kita masih melihat itu hanya saja sekali ini dengan alasan lebih masuk akal dan Luke Evans pun berhasil membawakan peran ini secara meyakinkan dengan kualitas seorang leading man. Hasilnya, Dracula Untold sanggup terhidang sebagai sebuah sajian menghibur yang merupakan kombinasi antara kengerian, keseruan, kesenangan, kecantikan (visual), dan kehangatan.

Acceptable

1 comment:

  1. Sebenarnya film ini potensial buat jadi film yg bagus. Porsi action sama dramanya berimbang, terus special effectnya juga nggak mengecewakan. Gw paling suka sama adegan pas Vlad ngontrol kelelawar kayak lagi ngontrol air bah.

    Sayang adegan-adegan di filmnya serba nanggung. Perpindahan antar adegan terkesan lompat-lompat, terus adegan actionnya juga kurang tegang karena Vlad ditampilin terlalu superior.

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch