“My father is a lot of unpleasant things, but murderer is not one of them.”
Kerinduan cukup besar terhadap sajian courtroom seru a la film dekade 90-an semacam A Time to Kill beserta adaptasi-adaptasi dari novel John Grisham (The Firm, The Rainmaker) yang berisi pengacara-pengacara kelas kakap bersilat lidah mengeluarkan jurus bujuk rayu untuk membuai para juri dengan sesekali diselingi investigasi adalah alasan utama yang mendasari saya menyaksikan The Judge. Tentu, selain ingin menyimak kolaborasi akting Robert Duvall bersama Robert Downey, Jr dalam peran berbedanya di luar Tony Stark maupun Sherlock Holmes di beberapa tahun terakhir ini. Akan tetapi, apa yang lantas tidak disangka-sangka adalah mampu memperoleh lebih dari sekadar keinginan untuk bernostalgia. The Judge bukan saja soal pertarungan sengit antara dua pengacara handal dalam memenangkan perkara di meja hijau, tetapi juga pertarungan ayah-anak dalam meredam ego masing-masing demi melepas masa lalu kelam yang selama ini senantiasa membayangi.
Pelaku tindak kriminal manapun mendambakan Hank Palmer (Robert Downey, Jr.) sebagai pengacara yang membela mereka. Sebagai salah satu pengacara terbaik di Chicago, jejak rekamnya tak perlu dipertanyakan lagi dan telah dikenal luas di kalangan penjahat berduit. Ya, asalkan kamu mampu membayarnya, Hank akan melakukan apapun untuk membebaskanmu. Tanpa disadari Hank, kehidupannya perlahan tapi pasti menunjukkan perubahan sesaat setelah memperoleh panggilan telepon dari kampung halaman yang mengabarkan bahwa sang ibu telah berpulang. Belasan tahun tak menjejakkan kaki di rumah, Hank pun terpaksa pulang hanya untuk menghadiri pemakaman seraya bereuni singkat bersama kedua saudaranya, Glen (Vincent D’ Onofrio) dan Dale (Jeremy Strong), beserta hakim setempat yang juga ayahnya, Joe (Robert Duvall). Dengan hubungan Hank dan Joe yang dingin – keduanya bahkan malas bertegur sapa – membuat Hank tak berencana menetap lama di rumah, sebisa mungkin kembali ke Chicago secepatnya. Hingga sebuah kasus pembunuhan yang menetapkan Joe sebagai tersangka utama memutarbalikkan kehidupan Hank.
The Judge mempergunakan resep apa yang seharusnya ada pada sebuah ‘courtroom drama’; kehebohan di ruang pengadilan melibatkan saksi yang histeris, bukti menghenyakkan, serta pengacara sadis. Walau bukan termasuk salah satu yang terbaik di genre ini – sulit menyandingkannya dengan A Few Good Men apalagi 12 Angry Men – untuk sebuah nostalgia, The Judge terbilang cukup mengasyikkan. Toh, fokus utama film memang bukan terletak pada para advokat yang saling adu kekuatan, melainkan pada reuni ayah-anak setelah menahun tidak berjumpa. Ya, ini adalah film drama keluarga yang mempergunakan latar belakang ‘courtroom drama’ sebagai bumbu penguat. Kita seolah-olah seperti tengah menyaksikan August Osage County yang teriakan-teriakan memekakkan telinganya direduksi nyaris habis, ditambahkan ketegangan di ruang pengadilan, dan banyak humor sebagai pencair ketegangan. Selain itu, tuturan kisahnya yang tidak berjalan lurus teratur melainkan cenderung dipenuhi kelokan akan membuatmu duduk manis di kursi bioskop tanpa pernah sekalipun merasakan bahwa film ini berdurasi melampaui 2 jam – meski harus diakui ada pula subplot yang terasa dipaksakan.
Tentu, The Judge tidak akan membumbung tinggi tanpa performa hebat dari Robert Duvall dan Robert Downey, Jr. yang begitu layak diganjar setidaknya nominasi Oscar. Keduanya menyuntikkan jiwa dan emosi kepada karakter yang dimainkan sehingga penonton pun mampu menginvestasikan perasaan mereka terhadap nasib yang dialami oleh si protagonis. Sifat keras kepala dari Joe maupun Hank mungkin terkadang menjengkelkan, tetapi kita tahu bahwa di balik itu ada kerapuhan yang tersembunyi. Ada rasa saling menyayangi dan membutuhkan yang terlalu sulit diungkapkan. Hank hanya salah paham, sementara Joe – seperti kebanyakan ayah di dunia – kebingungan mengekspresikan cintanya. Ketika keduanya menyadari keberadaan cinta ini, beberapa momen mengharu biru pun tercipta. Siapapun yang memiliki kedekatan dengan ayah (bahkan mungkin pernah berkonflik) maupun keluarga inti disarankan untuk membawa tissue sebagai teman menonton. The Judge sanggup membuat penonton beruraian air mata, merindukan kampung halaman, dan ingin memberikan pelukan hangat kepada ayah seusai menontonnya. Siapa yang menyangka film sehangat pula seemosional ini lahir dari tangan seorang sutradara spesialis komedi, David Dobkin?
Outstanding
Selamat sore, perkenalkan saya Lispa dari connexioid. Beberapa hari yang lalu saya ada mengirimi email penawaran kerjasama. Saya bisa minta nomor kontak agar bisa komunikasi secara langsung untuk menjelaskan detailnya?
ReplyDeleteUntuk nomer kontaknya bisa dishare melalui email saja, email saya julianlispa@gmail.com
Ditunggu kabar baiknya ya mas, terima kasih :)