“If you go down this road, the LAPD, the FBI, the CIA... they're all gonna come for you. They'll find you. And they'll stop you.” – Dotzler
“Good luck.” – Mills
Sial betul hidup Bryan Mills. Setelah di film pertama putri semata wayangnya diculik yang mengharuskannya terbang ribuan mil ke Prancis dan pada jilid kedua liburan keluarganya di Turki diporakporandakan, sekarang saat memutuskan berdiam diri di kampung halaman pun masih saja ada yang mengusiknya. Mungkin inilah dua tahun paling melelahkan dalam hidup si ayah jagoan. Dipaksa lari kesana kemari, menendang sana sini, lompat-lompat, tembak menembak, sampai kebut-kebutan di jalan... berulang kali. Apakah tidak ada yang memiliki belas kasih? Dia sudah memasuki kepala 6! Give him a break, geez. Namun menilik aliran Dollar yang lancar, Luc Besson masih belum rela meminta Bryan Mills untuk pensiun dan kembali memberinya kesempatan untuk menyelamatkan keluarga kecilnya di Taken 3 dengan sekali ini – menilik tagline yang berbunyi “it ends here” – mencapai puncaknya, meskipun sulit mempercayai Hollywood saat uang telah berbicara.
Di jilid (katanya) pamungkas ini, tak ada seorang pun dari keluarga Bryan Mills (Liam Neeson) yang diculik. Phew... melegakan? Tentu tidak. Mengingat ini adalah pertarungan final, maka taruhannya pun dinaikkan. Menculik kelewat merepotkan, maka sebagai gantinya, mantan istri Bryan Mills yang tengah galau, Lenore (Famke Janssen) dibunuh. Demi memperoleh plot yang menarik, pembunuhan tersebut dirancang seolah-olah Bryan adalah pelakunya. Merasa tidak bersalah, Bryan pun melarikan diri dari tempat kejadian perkara dan seketika menjadi buronan pihak kepolisian di bawah pimpinan Franck Dotzler (Forest Whitaker). Dalam pelarian, Bryan mencoba menyatukan kepingan-kepingan yang tercecer guna menemukan dalang di balik pembunuhan mantan istrinya yang kelewat aneh ini seraya melindungi putri kesayangannya, Kim (Maggie Grace), yang mungkin menjadi target pembunuhan selanjutnya.
Walau tidak lagi berkutat pada intrik culik menculik, Taken 3 masih menerapkan pola penceritaan yang kurang lebih serupa – rebut, kejar, habisi – dengan sedikit perombakan pada Bryan Mills yang turut merasakan posisi sebagai ‘yang dikejar’. Sekilas, terdengar menggugah, tetapi jika kamu telah mengikuti sepak terjang si bapak sayang anak ini sejak jilid pertama, tidak ada lagi sesuatu istimewa bisa kamu temukan di sini. Olivier Megaton hanya sekadar mengulang-ulang formula sukses franchise ini di Taken 3 berdasarkan skrip malas tanpa gairah hasil racikan Luc Besson dan Robert Mark Kamen. Semangat memudar, tergantikan oleh rasa lelah, terlebih menyaksikan Liam Neeson yang sepertinya ingin berteriak “tolong hentikan semua ini!” kepada para penonton. Ketertarikan terhadap guliran kisah pun tidak pernah benar-benar meninggi lantaran sejak titik-titik awal kita telah bisa menebak identitas sesungguhnya dari sang pembunuh. Lantas, apa yang tersisa?
Well, Taken 3 memang penurunan tajam dari dua jilid sebelumnya – apalagi jika kamu berani menyandingkannya dengan seri pembuka – bahkan terbilang anti-klimaks jika ini betul-betul seri penutup, tetapi ini bukan film yang sangat buruk hingga membuatnya layak dilempar ke tong sampah. Megaton masih berhasil memberikan kesenangan sekaligus sedikit kehangatan ke dalamnya walau seringkali berasa hambar. Adegan melarikan diri dari TKP, kejar-kejaran mobil bersama LAPD di tengah-tengah jalanan Los Angeles yang dipadati kendaraan berlalu lalang, maupun kebersamaan Bryan dan Kim di saat genting adalah beberapa momen yang sedikit menyelamatkan muka Taken 3. Namun setelah melihat keseruan tiada tara yang bisa diciptakan oleh sineas film laga melalui The Raid: Berandal maupun John Wick, maka geberan adegan pertarungan di Taken 3 yang memperlihatkan Bryan Mills sebagai sosok tak terkalahkan malah justru membuat film ini terlihat cemen dan kehilangan intensitasnya.
Acceptable
No comments:
Post a Comment