“I look like someone’s homophobic aunt.”
Apakah dirimu adalah salah satu dari sekian juta moviegoers yang dibuat jatuh hati oleh kecemerlangan Kingsman: The Secret Service yang memberikan penghormatan sempurna terhadap film spionase beberapa waktu silam? Apabila ya, dan menginginkan ada sajian serupa mengikutinya, maka bergembiralah karena tidak perlu waktu lama untuk menunggu, Paul Feig telah menjawab keinginanmu melalui Spy. Untuk mewujudkan kegilaan seperti yang senantiasa hadir di film-film garapan Feig, maka direkrutlah partner sejatinya Melissa McCarthy yang sudah dikenal sangat baik tidak lagi memiliki urat malu dalam ngebanyol – lihat apa yang diperbuatnya dalam Bridesmaids dan The Heat – dan Jason Statham. Sebentar, sebentar, Statham di film, errr... komedi? Terdengar seolah-olah pihak casting melakukan kesalahan besar mempersatukan dua kutub berbeda dan utamanya, menempatkan aktor spesialis baku hantam yang nyaris tak pernah menyunggingkan senyum di film penuh lawakan tanpa kontrol ini. Tapi setelah menyaksikan Spy, kamu mungkin akan berharap McCarthy dan Statham akan lebih sering berkolaborasi.
Sejatinya, Susan Cooper (Melissa McCarthy) memenuhi kualifikasi untuk bertugas di lapangan sebagai mata-mata kepunyaan CIA. Disebabkan oleh satu dan lain hal, Susan lebih memilih bekerja dari depan komputer, duduk manis di basement CIA yang disesaki kelelawar maupun tikus, dan memberi informasi berharga pada agen bertugas, Bradley Fine (Jude Law) lewat earpiece. Kehidupannya membosankan – kalau tak mau disebut, menyedihkan – hingga kesempatan untuk membuktikan potensi yang dimilikinya datang tatkala Fine tewas dalam misi menelusuri keberadaan nuklir milik Rayna Boyanov (Rose Byrne). Bocornya nama-nama agen CIA ke tangan Rayna membuat pihak CIA mau tak mau menugaskan agen pengganti dari seorang baru yang tak dikenal. Pilihan jatuh kepada Susan yang secara sukarela menawarkan diri. Lantaran dianggap tak memiliki bekal memadai, terlebih oleh agen Rick Ford (Jason Statham) yang arogan, Susan sekadar ditugaskan untuk memberi laporan mengenai lokasi Rayna kepada sang atasan. Tapi kita semua tentu tahu, Susan tidak akan berdiam diri saat kesempatan menaklukkan Rayna berada di depan mata.
Seusai Melissa McCarthy terperosok ke komedi kering kerontang semacam Identity Thief atau Tammy, kepercayaan bahwa dia mampu menjabani posisi leading role di konstelasi komedi mulai memudar. Terlebih lagi, pasangannya di Spy adalah Jason Statham yang belum teruji dalam ngelawak. Pertanyaan yang kemudian mengemuka: apa lagi yang bisa diharapkan selain kemungkinan terburuk? Tapi hey, in Paul Feige we trust. Dan memang, ketakutan bahwa Spy akan menjelma sebagai tontonan garing kriuk kriuk nyatanya sama sekali terbukti dan malah... Ya Tuhan, ini betul-betul menyenangkan buat disantap! Kadar hiburannya sangat pekat. Begitu lucu, begitu seru. Semenjak opening credit-nya yang memarodikan James Bond, gelak tawa berderai-derai telah dipantik dan ini mampu dijaga secara konstan hingga penghujung film. Itulah mengapa saya menyebut Spy sebagai salah satu film paling melelahkan untuk ditonton. Bukan karena film begitu membosankan, melainkan disebabkan energi yang terkuras habis lantaran tawa yang nyaris tak pernah berhenti. Lawakan-lawakan kreasi Feig tak pernah menjadi usang, malah menjadi semakin liar tiada terkendali dari menit ke menit.
Caranya melontarkan guyonan pun beraneka ragam: dari sekadar slapstick murahan, mempergunakan referensi ke budaya populer (hati-hati ada jebakan umur), meledek stereotip dari setiap tokoh dalam film (tonjokan paling keras diterima oleh Statham. Ha!) hingga memanfaatkan situasi-situasi lucu yang spontan. Kesemuanya ini bekerja dengan sangat baik, membuat kita melupakan tetek bengek soal logika penceritaan yang memang sangat bisa dimaafkan di film jenis ini selama mampu menimbulkan ledakan tawa bagi penonton berulang-ulang kali. Tapi jika kamu menduga bahwa Spy hanya soal ngelawak, maka tentu keliru. Feig turut menaruh perhatian serius pada guliran pengisahan yang diramu baik dengan lapisan-lapisan twist turut dioleskan di beberapa sisi sehingga penonton memiliki ketertarikan sekaligus kepedulian lebih pada film. Begitu pula pada penyajian adegan laganya yang terhampar seru nan dinamis memanfaatkan lokasi-lokasi cantik lintas negara mengikuti tradisi film spionase. Kita dibuat tertawa, penasaran, tegang, lalu tertawa, penasaran, tegang, begitu seterusnya sampai film berakhir. Ya, sensasinya kurang lebih serupa dengan Kingsman: The Secret Service, hanya saja ini lebih ‘halus’ soal kekerasan (walau bukan berarti tidak ada), lebih kotor soal dialog dan lebih jor-joran dalam berkelakar.
Tentu saja, keasyikkan bertempo tinggi dalam Spy tidak terlepas dari performa menakjubkan dari jajaran pemainnya. Kapabilitas Melissa McCarthy dalam mengocok perut memang tidak perlu lagi dipertanyakan dengan sekali ini menunjukkan dua sisi berbeda darinya; sopan menggemaskan sekaligus beringas bermulut kotor. Menariknya, tak peduli seberapa sering sumpah serapah yang mengganggu pendengaran meluncur cepat dari mulutnya, McCarthy tetap mampu membuat Susan sebagai karakter lovable yang kita dukung habis-habisan. Salah satu bagian paling menarik dari Spy adalah saat McCarthy disandingkan dengan kawan lamanya dari Bridesmaids yang bitchy, Rose Byrne. Ada banyak kegilaan mencuat disana sini utamanya saat Susan adu mulut dengan Rayna di pesawat tanpa pilot yang memunculkan efek jaw-dropping. Betul-betul kampret. Berkebalikan dari McCarthy adalah Jason Statham yang, well... annoying. Not in a bad way, but in a good way. Sudah kedarung jenuh dengan peran Statham yang cenderung tipikal di setiap film, sungguh menyegarkan melihatnya berlakon komikal dan bersedia untuk dipecundangi habis-habisan disini. Siapa yang menduga jika Statham bisa tampil selucu ini? Saya jadi berharap, semoga saja Spy tumbuh berkembang sebagai franchise sehingga bisa kembali melihat kekocakan McCarthy-Statham, eh maksud saya Susan-Rick.
Note : Pastikan untuk tidak terburu-buru meninggalkan gedung bioskop sebelum closing credits benar-benar usai karena ada bonus adegan yang lucu.
Outstanding
yup!
ReplyDeletethe final ending bener2 kocak abisss... ga nyangka statham bisa tampil se"rusak" ini..
asli ngakak dengan suksesss
Wah, jadi penasaran mas.. saya paling demen nih film spionase ginian. Tambah baca review jenengan :D
ReplyDelete^ Silahkan dicoba, Mas. Semoga menyukainya :)
ReplyDelete@Active Brain: Banget! Salah satu yang bikin ngakak dengan suksesnya, "You didn't tell me it's a lake!".
Salah satu peran terbaik (atau malah yang terbaik ya?) dari Statham.