November 20, 2015

REVIEW : RELATIONSHIT


“Move on itu bukan melupakan, tetapi mengikhlaskan.” 

Berpegangan pada judul semata, Relationshit, penonton sebetulnya telah memperoleh gambaran menyeluruh mengenai plot yang ingin dikedepankan oleh si pembuat film. Jika kamu menduga pergunjingan di Relationshit tidak ubahnya film-film Raditya Dika perihal nestapa seorang jomblo yang berlarat-larat karena kesulitan menemukan separuh jiwanya, maka dugaanmu tepat sasaran. Embel-embel ‘based on a book, script editor Raditya Dika’ pada poster berdesain remaja banget, lalu keberadaan logo Starvision, merupakan bukti penguat bahwa film yang didasarkan pada buku bertajuk sama rekaan Alitt Susanto ini masih akan menyentuh topik generik tersebut. Salah? Tentu tidak sama sekali, toh bahan kupasan semacam ini nyatanya tetap memiliki banyak peminat dari kalangan penonton remaja. Hanya saja ada sebongkah kekhawatiran Relationshit bakal menghadapi kesulitan dalam menciptakan hiburan maksimal lantaran bahan pembicaraannya bukan lagi sesuatu baru dan telah berulang-ulang kali dikupas sebelumnya oleh maestro kegalauan, Raditya Dika. 

Tidak memperoleh restu dari ibu sang kekasih, Alitt (Jovial Da Lopez) terpaksa mengubur mimpi besarnya untuk mempersunting Wina (Anjani Dina). Perpisahannya dengan Wina ini lantas membawa Alitt memasuki fase keterpurukan yang meredupkan segala semangatnya dalam menjalani kehidupan. Prihatin melihat kondisi sang sahabat, Supri (Bayu Skak), pun mencoba membantu Alitt untuk move-on dari Wina. Caranya, mempertemukan Alitt dengan teman-teman perempuannya dari masa lalu yang didapat melalui penelusuran secara acak di jejaring sosial milik konconya tersebut. Dasar nasib apes tengah berpihak pada si tokoh utama, perempuan-perempuan yang ditemui Alitt ini ternyata telah berkeluarga. Kecewa karena upaya menemukan pengganti Wina tidak kunjung membuahkan hasil, Alitt mencoba menerima kenyataan kejombloannya yang justru di saat inilah dia berjumpa dengan Vivi (Natasha Wilona). Merasa ada kecocokan satu sama lain, keduanya pun memutuskan merajut asmara sekalipun di lubuk hatinya yang terdalam Alitt masih mengharapkan Wina. 

Dengan premis formulaik, kenyataannya Relationshit memang tidak memunculkan inovasi berarti dari segi penceritaan. Problematika yang dikedepankan sekadar pengulangan dari film-film sejenis. Penonton kebanyakan mungkin akan mendengus jenuh mengetahui Relationshit menghidangkan tuturan yang berputar disitu-situ saja cenderung mudah tertebak tanpa pernah bergerak lebih jauh, namun pangsa pasarnya bisa jadi sama sekali tidak keberatan selama alurnya mudah untuk dicerna, sesekali dibuat tertawa, dan dapat sepuasnya memandangi wajah sang idola yang memenuhi layar bioskop. Lagipula, apa yang bisa kamu harapkan dari film soal nestapa jomblo? Sejak awal saya pun telah mengantisipasi pengalaman menonton Relationshit tidak akan jauh berbeda dari film milik Dika – terlebih lagi, dia ikut turun tangan dalam mensupervisi naskah. Yang diinginkan hanyalah setidaknya Relationshit dapat menimbulkan gelak tawa (sesekali pun sudah bagus) melalui candaan-candaannya alih-alih memunculkan ekspresi wajah datar lantaran luar biasa garing. 

Dan, untungnya, dalam kaitannya menuntaskan misi menjadi tontonan yang memberikan penghiburan, Relationshit boleh dinilai berhasil. Ya, Relationshit tidaklah sekriuk yang saya duga. Herdanius Larobu (Manusia Setengah Salmon) sanggup mengejawantahkan keklisean naskah ke bahasa gambar yang cukup menyenangkan buat disimak. Meski momen-momen konyol berjenis “apaan sih?” masih hilir mudik beberapa kali, tetapi tidak sedikit pula humor-humor yang tepat mengenai sasarannya khususnya kala menyoroti keributan kecil-kecilan antara Alitt dengan para perempuan di dekatnya mengenai ketidakpekaan pria (favorit saya secara personal adalah pertengkaran Alit dan Vivi di ATM center yang melibatkan Mo Sidik) maupun saat Bayu Skak mengambil alih ‘panggung’. Memang Relationshit kurang bisa memberikan ikatan emosi antara penonton dengan Alitt, namun adegan si tokoh utama kembali ke rumah setelah sekian lama yang mengingatkannya bahwa masih ada orang-orang peduli dengannya tersaji cukup hangat. Memberikan sejumput penyegaran suasana usai kekonyolan demi kekonyolan serta konflik demi konflik yang menerjang Alitt silih berganti. Relationshit jelas masih jauh dari sempurna, tetapi sebagai hiburan pelepas penat, bolehlah buat dicoba.

Acceptable

4 comments:

  1. Sering-sering, Bang, ngereview film Indonesia gue suka.

    ReplyDelete
  2. mantep gan... kemarin gue juga setelah nonton langsung review :v

    ReplyDelete
  3. saya termasuk org yg ogah2an nonton film drama di bioskop, dan saya pribadi nonton film ini gak punya ekspektasi tinggi. Semata2 saya nonton ini krn saya skakmate (suka sama video youtube nya bayu skak) :.D

    ReplyDelete
  4. Jadi inget waktu terpaksa nonton film ini gegara semua film di bioskop saat itu udah ditonton semua. Sempet gak berharap tinggi juga, dan hasilnya Gue cuma bertahan 30 menit sebelum akhirnya walkout :D

    ReplyDelete

Mobile Edition
By Blogger Touch