“Kamu mencuri mimpi-mimpiku. Tapi aku suka kamu yang mencuri mimpi-mimpiku.”
Surprise, surprise. Siapa menyangka diantara sejumlah rilisan baru film Indonesia di libur Lebaran tahun ini, Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea bakal tampil paling kuat dan meninggalkan kesan paling dalam? Tentu saja, tidak ada niatan mengucilkan atau meremehkan – bahkan Jilbab Traveler termasuk salah satu yang menarik perhatianku sedari awal berkat faktor Morgan Oey, adaptasi novel Asma Nadia, dan Korea Selatan – hanya saja menilik konten yang diusungnya kemudian menyandingkan dengan rilisan lain, agak sulit sebetulnya membayangkan Jilbab Traveler akan hadir begitu menonjol. Nyatanya, tanpa banyak berekspektasi kala menyimak film arahan Guntur Soeharjanto ini di layar perak, membawa keuntungan tersendiri. Jilbab Traveler tidak semata-mata membuai mata melalui hamparan pemandangan alam Korea Selatan maupun Indonesia yang keelokkannya sungguh menakjubkan, namun turut membuai hati berkat guliran pengisahan yang terhidang hangat, manis pula renyah buat dikudap.
Jilbab Traveler merupakan julukan yang didapat Rania (Bunga Citra Lestari), seorang penulis berhijab, dari para pembaca setianya karena hasrat besar Rania dalam menjelajah tempat-tempat baru di muka bumi. Kecintaannya terhadap dunia travelling sendiri mendapat dukungan penuh dari sang ayah (Wawan Wanisar) yang terus mendorong Rania untuk mengejar mimpinya, meski ibunya (Dewi Yull) cenderung menentang karena keresahannya sebagai seorang ibu senantiasa bergejolak setiap kali Rania melanglang buana. Dorongan dari sang ayah lantas membawa Rania ke Baluran, Jawa Timur, yang menjadi saksi bisu berseminya cinta kedua orang tuanya. Dalam penjelajahannya, Rania berjumpa dengan fotografer asal Korea Selatan, Hyun Geun (Morgan Oey), yang kemudian meminta Rania mendampingi perjalanannya menyaksikan keindahan alam Kawah Ijen. Sebuah keputusan yang harus dibayar mahal oleh Rania lantaran di saat bersamaan, sang ayah berpulang. Diliputi kekecewaan, Rania memendam dalam-dalam kegemarannya bepergian.
Apakah ini berarti tidak akan ada lagi perjalanan-perjalanan berikutnya dalam hidup Rania? Kita semua tentu yakin bahwa sang protagonis tidak akan semudah itu mengorbankan apa yang membuatnya merasakan kebahagiaan. Rania memang pada mulanya memilih fokus ke dunia pendidikan selepas Ilhan (Giring Ganesha) menawarinya mengajari ibu-ibu buta huruf, akan tetapi datangnya undangan untuk menjadi peserta Writers in Residence di Gangwon, Korea Selatan, menghadapkannya pada dilema; terima atau tolak. Menyadari ada ketidaktenangan dalam diri Rania selepas menjauhi passion-nya, sang ibu melunak dan meminta Rania menerima undangan tersebut. Perjalanan Rania ke Korea mempertemukannya kembali dengan Hyun Geun yang ternyata selama ini menyimpan rasa. Jauh di lubuk hati, Rania merasakan getaran sama namun pinangan dari Ilhan yang jelas lebih dikenalnya ketimbang Hyun Geun dan fakta bahwa Hyun Geun sebetulnya telah mempunyai tunangan menyebabkan keduanya sulit bersatu.
Berdasarkan sekelumit paparan cerita ini, bukankah Jilbab Traveler terdengar tak ubahnya melodrama lainnya dari Asma Nadia seperti katakanlah, Assalamualaikum Beijing maupun Surga Yang Tak Dirindukan? Well, tidak ada yang salah sebetulnya mengusung tuturan kisah formulaik karena pada akhirnya eksekusi berdasarkan kerjasama tim yang memegang peranan penting. Dan Jilbab Traveler, dibalik plot sederhananya terkait kisah cinta segirumit mempunyai eksekusi mengesankan. Hampir semua elemen dalam film ini bekerja secara semestinya atau dengan kata lain, solid. Telah terbiasa menangani genre sejenis, Guntur Soeharjanto tampak tangkas kala menerjemahkan tulisan Alim Sudio – hasil adaptasi dari karya Asma – sehingga alunan kisah pun mengalir. Mayoritas penonton, nyaris dapat dipastikan, mengetahui bagaimana problematika asmara Rania akan menjumpai akhirnya. Tapi tetap saja ada keingintahuan besar terhadap proses menuju tercapainya kebahagiaan Rania berkat plot menghanyutkan yang ditingkahi storytelling lancar Guntur, tangkapan gambar penuh presisi dari Enggar Budiono yang menghasilkan panorama menakjubkan, alunan musik dan iringan tembang ‘Aku Bisa Apa’ yang menusuk kalbu, serta bangunan karakter kuat dengan permainan lakon kelas wahid dari jajaran pemainnya.
Satu hal paling menarik dari Jilbab Traveler adalah, ini merupakan kesempatan emas kita menyaksikan Bunga Citra Lestari, Morgan Oey, dan Giring Ganesha dalam akting terbaik mereka sejauh ini. Terlepas dari kontroversi atas penunjukkan BCL sebagai leading actress lantaran dalam kehidupan asli dia tidak mengenakan hijab, BCL adalah pilihan tepat untuk memerankan Rania. Pancaran matanya hidup dan telah berbicara banyak. Kita bisa merasakan gejolak emosinya – entah itu semangatnya kala berpetualang atau kekecewaan besarnya saat menyadari pilihan hidupnya membawa konsekuensi menyakitkan – tanpa perlu diterjemahkan lewat intonasi meninggi, gerak tubuh berlebihan, dan air muka penuh kesenduan. Beruntung bagi BCL, dia mempunyai lawan main sama tangguhnya. Lewat Jilbab Traveler, Morgan Oey semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu aktor muda paling berbakat tanah air saat ini dengan lakon hebatnya sebagai orang Korea. Coba dengarkan baik-baik aksennya. Seandainya kamu tidak mengetahui siapa itu Morgan (atau tak memperhatikan layar saat dia melafalkan dialog), bisa jadi kamu akan terkecoh dan mengira dia adalah orang Korea. Yup, he’s THAT good.
Dan Giring Ganesha – dalam karir keaktorannya yang kedua selepas Sang Pencerah – menunjukkan perkembangan membanggakan. Ilhan, di tangannya, terlihat sedikit rumit yang terkadang menyulitkan kita untuk menentukan sikap ke karakternya. Di satu sisi, dia tampak seperti sosok mengayomi dengan segala bentuk pengorbanannya yang menjadikan dia pasangan serasi bagi Rania. Tapi di sisi lain, kecemburuannya kepada Hyun Geun menjadikannya sebagai sosok menjengkelkan walau sikap antagonisnya tersebut masih dalam batasan wajar dan bisa dipahami. Jilbab Traveler juga memiliki pemain pendukung bagus seperti Ringgo Agus Rahman sebagai Alvin, sahabat Hyun Geun dari Indonesia, yang celetukan-celetukan konyolnya memberi penyegaran sekaligus penyeimbang rasa bagi film serta Dewi Yull yang aura keibuannya bersinar kuat. Kehadirannya memberi keteduhan, rasa hangat, dan tatapannya kepada Rania menunjukkan kasih sayang seorang ibu yang sangat besar.
Outstanding (4/5)
No comments:
Post a Comment