April 19, 2021

REVIEW - PERCY

“There’s a lot of farmers around the world who can’t stand up, I figure I should.”

Pada tanggal 6 Agustus pagi di tahun 1998, seorang petani dari Saskatchewan, Kanada, bernama Percy Schmeiser menerima “surat cinta” dari Monsanto, perusahaan agrikultur raksasa yang telah menancapkan pengaruhnya di berbagai belahan dunia. Isi surat tersebut tak saja membuat Percy terkejut, tapi juga luar biasa marah. Betapa tidak, tanpa ada pemberitahuan, peringatan, atau bahkan teguran sebelumnya, dia mendadak digugat oleh Monsanto setelah mereka menemukan tanaman kanola jenis Roundup Ready (tanaman ini sudah dimodifikasi secara genetik) tumbuh berkembang di lahan Percy. Ini dianggap sebagai suatu masalah lantaran benih kanola jenis Roundup Ready telah dipatenkan haknya oleh Monsanto dan tidak semua petani diizinkan untuk menanamnya kecuali sudah membeli lisensinya secara resmi. Berhubung Percy tak pernah berbisnis dengan perusahaan ini soal benih, penemuan tersebut jelas dianggap sebagai pelanggaran. Atau mengutip langsung dari kata yang dipergunakan oleh si penggugat, “dia telah mencurinya.” 

Ketidakadilan yang dialami oleh petani yang telah puluhan tahun menjalankan bisnis keluarga di bidang pertanian ini mengilhami Clark Johnson untuk menggarap Percy (atau dikenal sebagai Percy vs Goliath di Amerika Serikat). Film berdurasi 120 menit ini tak menitikberatkan pada perjalanan hidup si karakter tituler atau bagaimana pihak pembela melakukan penyelidikan demi melindungi kliennya dari gugatan bernilai puluhan ribu dollar, melainkan lebih tertarik untuk menyoroti kehidupan seorang petani tua yang mulanya tenang hingga badai besar tiba-tiba menerjang dan membuat seluruh keluarganya ikut terombang-ambing bersamanya. Ya, jika kamu mencari tontonan dengan sisi investigatif kuat dibalik isu lingkungan dan kemanusiaan, Percy boleh jadi akan membuatmu kecewa. Ini tak seperti Dark Waters (2019) atau Erin Brockovich (2000) yang cenderung meletup-letup dalam pengisahannya. Menilik pendekatan kisahnya yang cenderung personal, Johnson mencoba mengantarkan kisah perlawanan Pak Schmeiser menghadapi pihak Monsanto dengan lebih tenang, bersahaja, tapi tetap mempunyai daya sentak cukup kuat dalam sisi emosi.


Percy (diperankan oleh Christopher Walken) adalah seorang pria berusia 73 tahun yang digambarkan berdedikasi terhadap pekerjaannya. Dibalik tampilan luarnya yang terlihat santai, kalem, serta cenderung masa bodoh, beliau peduli kepada orang-orang di sekitarnya. Dia mencintai istrinya, Louise (Roberta Maxwell), mengayomi pekerja-pekerjanya, dan menyayangi putranya yang enggan mengikuti jejaknya sebagai petani, Peter (Luke Kirby). Tapi saat ada pihak yang mengobrak-abrik kehidupannya – konon, gugatan dari Monsanto berpotensi membuat Percy kehilangan lahannya – dia enggan untuk berdiam diri dan menunjukkan perlawanan. Dari merekrut seorang pengacara yang sebetulnya tidak memiliki banyak pengalaman, Jackson (Zach Braff), untuk membantunya menghadapi Monsanto di pengadilan, sampai menerima tawaran dari aktivis lingkungan hidup bernama Rebecca Salcau (Christina Ricci) untuk mencari dukungan dari publik melalui seminar-seminar. Kesediaan Percy untuk berorasi merupakan fakta yang mengejutkan bagi Louise karena suaminya tersebut tak pernah merasa nyaman kala berbicara di depan banyak orang. Namun semenjak Percy tampil di media, keliling Amerika Utara, bahkan terbang ke India, bala bantuan berupa dukungan moral dan uang terus mengalir. Banyak petani terdzalimi yang merasa terwakili dan terinspirasi dengan perjuangan Pak Schmeiser.

Meski tak ada penyelidikan atau pengungkapan fakta yang akan membuatmu terperangah, Percy masih sanggup menjerat atensi kita karena kisahnya yang terasa dekat. Bukan kali pertama kasus gugatan seperti ini dilayangkan oleh Monsanto (maupun perusahaan agrikultur sejenis) kepada petani biasa dan bisa jadi bukan kali terakhir. Apa yang terjadi kepada Percy bisa saja terjadi kepada kita, orang tua kita, kakek nenek kita, saudara kita, teman baik kita atau tetangga kita. Itulah mengapa apa yang disajikan oleh film ini terasa penting karena membuka mata siapapun mengenai perjuangan para petani dalam hadapi ancaman dari para pemilik modal yang masih terus terjadi sampai detik ini. Lakon apik Christopher Walken dalam memerankan Pak Schmeiser adalah kekuatan lain yang dipunyai oleh Percy karena berkat beliau dan pesan pentingnya, hamba dapat menerima presentasi visualnya yang terkesan murah dan bersimpati ke tokoh yang dimainkannya. Siapa coba yang tak terenyuh melihat seorang pria tua yang hanya ingin merawat lahannya seperti diamanatkan oleh para pendahulunya dan menjalani masa senjanya dengan damai tiba-tiba diseret oleh perusahaan raksasa yang serakah ke pengadilan untuk membayar ganti rugi? Mungkin hanya mereka yang mendukung penuh Monsanto. 

Acceptable (3/5)

*Kalau kepengen nyobain nonton Percy, kalian bisa langsung streaming dengan melipir ke Mola TV. Harga langganannya Rp. 12.500 saja per bulan*


7 comments:

Mobile Edition
By Blogger Touch