Di penghujung film Paranormal Activity 4, sebuah post-credits scene yang mengindikasikan adanya semacam ‘pecahan’ untuk franchise Paranormal Activity disisipkan. Meninggalkan kompleks perumahan warga kelas menengah ke atas dan menuju ke area pemukiman warga Hispanik, ada rasa ketertarikan dalam diri saya untuk menyimak apa yang akan diperbuat oleh Oren Peli dan tim di jilid teranyar. Dengan nuansa yang segar (atau katakanlah, berbeda dari sebelumnya), maka saya tentu mengharapkan Paranormal Activity: The Marked Ones akan mengobati rasa kecewa terhadap franchise yang di dua seri terakhir mengalami penurunan kualitas yang terbilang signifikan. Terlebih, jilid ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah kelanjutan melainkan spin-off (atau ‘saudara sepupu’) dengan kabarnya beberapa serpihan penceritaan yang meninggalkan tanda tanya besar di empat seri sebelumnya akan disatukan di sini. Akan tetapi, setelah saya merasakan sendiri pengalaman menonton Paranormal Activity: The Marked Ones di bioskop, sebuah kesimpulan penting yang berhasil saya tarik justru: jangan pernah lagi menaruh ekspektasi terhadap franchise ini, meski kecil sekalipun.
Dalam Paranormal Activity: The Marked Ones – selanjutnya akan saya sebut dengan The Marked Ones atau Anda boleh menyingkatnya dengan PATMO – yang menjadi sorotan utama adalah Jesse (Andrew Jacobs) dan sahabatnya, Hector (Jorge Diaz), dua pemuda yang baru saja menuntaskan pendidikan di SMA. Dalam rangka merayakan hari-hari pertama kebebasan, kedua sahabat ini berkeliaran kesana kemari seraya menenteng kamera genggam untuk mendokumentasikan aktivitas tak tentu arah dari mereka. Setelah serangkaian rekaman yang bersifat acak, Jesse dan Hector mulai menaruh minat terhadap tetangga Jesse yang aneh, Anna (Gloria Sandoval). Kematian Anna yang mendadak dan misterius mengusik kedua sahabat ini untuk menelusuri lebih jauh ‘sejarah hidup’ dari wanita yang mereka sebut sebagai penyihir ini. Menyelinap ke apartemen Anna secara sembunyi-sembunyi di malam hari, Jesse dan Hector mendapati kenyataan yang mencengangkan. Kelancangan mereka dalam melanggar batasan-batasan pun, pada akhirnya, kudu dibayar mahal.
Let me ask you a question. Apakah Anda masih menanti-nanti kehadiran jilid teranyar dari franchise Paranormal Activity atau sudah tak lagi menaruh minat terhadapnya lantaran jenuh tak ketulungan? Jika baris pertama mewakili dari jawaban Anda, maka mencicipi The Marked Ones tidak ada salahnya. Namun jika Anda termasuk dalam barisan yang telah mendekati bosan (atau malah sudah sangat bosan), sebisa mungkin hindari film ini... kecuali bujet sedang berlebih, waktu kelewat senggang, dan sama sekali tidak ada pilihan film lain yang mengundang minat di bioskop. Percayalah, The Marked Ones hanya akan menyita waktu dan uang Anda secara percuma tanpa memberi timbal balik yang sepadan. Christopher B. Landon yang menempati kursi penyutradaraan dan pengolahan naskah, nyatanya hanya sekadar meniru resep yang telah dijajal oleh para pencetus ide di jilid-jilid sebelumnya untuk dituangkan ke dalam wadah baru tanpa menghiasinya dengan konsep anyar yang menyegarkan.
Hasilnya, The Marked Ones tidak lebih dari sekadar pengulangan. Kejutan demi kejutan yang coba dihidangkan oleh Landon dalam upayanya menggedor jantung penonton memang beberapa kali cukup berhasil – utamanya yang memiliki keterkaitan dengan jilid terdahulu – namun lainnya telah berulang kali kita saksikan sebelumnya. Trik yang dipersiapkan perlahan mulai basi dan ketegangan pun tidak terjaga secara konsisten. Dalam tujuannya untuk menakuti-nakuti penonton, The Marked Ones gagal melakukannya. Selain 10 menit terakhir yang lumayan membuat penonton seisi studio jerit-jerit manis, tidak ada yang benar-benar membuat penonton mencengkram kuat kursi bioskop atau mengintip dari balik jari-jari tangan yang menutupi. Bahkan, yang terasa ironis, paruh awal film yang memerlihatkan Jesse dan Hector melakukan serangkaian keisengan malah membuat film lebih menyerupai spin-off dari Chronicle ketimbang Paranormal Activity. Duh.
Poor
No comments:
Post a Comment