Dirangkum dalam satu kalimat, ketertarikan utama terhadap Mermaid disebabkan oleh ini adalah film terbaru dari Stephen Chow yang memecahkan berbagai macam rekor box office di Tiongkok. Mermaid mengantongi lebih dari $500 juta hanya dari pasar dalam negeri yang sekaligus menempatkannya sebagai film non-Hollywood pertama yang mampu menembus angka setengah miliar dollar di negara selain Amerika Utara! Sungguh mengagumkan, bukan? Pun begitu, sekalipun tanpa dilabeli embel-embel ‘film terlaris’, Mermaid telah mencuri rasa penasaran semata-mata karena faktor Stephen Chow. Ada kerinduan besar terhadap karya-karya pembesut dua film legendaris, Shaolin Soccer dan Kung Fu Hustle, ini terlebih dia tidak menghasilkan film apapun selama kurang lebih tiga tahun terakhir semenjak Journey to the West: Conquering the Demons. Memang sih Chow tidak lagi aktif menampakkan diri di depan kamera – olah peran terakhirnya adalah CJ7 – namun seperti halnya Journey to the West, kamu masih akan sangat bisa merasakan cita rasa humor Chow lewat Mermaid. Kamu juga masih akan sangat bisa tertawa terbahak-bahak di dalam bioskop kala menyaksikan Mermaid.
Seorang (atau seekor?) putri duyung berparas cantik bernama Shan (Lin Yun) ditugaskan oleh kaumnya untuk membunuh konglomerat properti, Liu Xuan (Deng Chao), agar proyek pengembangan real estate-nya yang mereklamasi perairan tempat pemukiman para duyung ini berhenti. Setelah berbagai upaya pembunuhan gagal dilakukan – malah cenderung berakhir konyol – Shan memutuskan untuk menggoda Liu Xuan. Meski tidak juga mudah mendekati sang konglomerat, lama-lama Liu Xuan luluh melihat kegigihan tidak biasa dari Shan terlebih lagi di lubuk hati terdalam Liu Xuan yang kesepian mendambakan cinta. Sering menghabiskan waktu bersama, Shan mulai menyadari bahwa pria yang coba dibunuhnya ini tidaklah sejahat seperti perkiraan awal. Benih-benih cinta diantara mereka pun mulai tumbuh. Mengetahui Shan telah kehilangan fokus dan mulai bias, manusia gurita, Octopus (Show Lo), mencoba mengandaskan hubungan keduanya yang berujung pada terungkapnya identitas asli Shan. Di tengah-tengah kebingungan Liu Xuan dalam menentukan pilihannya – cinta atau uang – Shan berjuang keras menyelamatkan kaumnya dan dirinya sendiri dari incaran sebuah kelompok rahasia.
Seorang (atau seekor?) putri duyung berparas cantik bernama Shan (Lin Yun) ditugaskan oleh kaumnya untuk membunuh konglomerat properti, Liu Xuan (Deng Chao), agar proyek pengembangan real estate-nya yang mereklamasi perairan tempat pemukiman para duyung ini berhenti. Setelah berbagai upaya pembunuhan gagal dilakukan – malah cenderung berakhir konyol – Shan memutuskan untuk menggoda Liu Xuan. Meski tidak juga mudah mendekati sang konglomerat, lama-lama Liu Xuan luluh melihat kegigihan tidak biasa dari Shan terlebih lagi di lubuk hati terdalam Liu Xuan yang kesepian mendambakan cinta. Sering menghabiskan waktu bersama, Shan mulai menyadari bahwa pria yang coba dibunuhnya ini tidaklah sejahat seperti perkiraan awal. Benih-benih cinta diantara mereka pun mulai tumbuh. Mengetahui Shan telah kehilangan fokus dan mulai bias, manusia gurita, Octopus (Show Lo), mencoba mengandaskan hubungan keduanya yang berujung pada terungkapnya identitas asli Shan. Di tengah-tengah kebingungan Liu Xuan dalam menentukan pilihannya – cinta atau uang – Shan berjuang keras menyelamatkan kaumnya dan dirinya sendiri dari incaran sebuah kelompok rahasia.
Satu hal yang dijamin bisa kamu dapat seusai menonton Mermaid: kebahagiaan. Semenjak menit pembuka, Stephen Chow tak segan-segan untuk melempar bom pemicu ledakan tawa dalam jumlah masif plus tanpa henti. Ya, membutuhkan perut, rahang, maupun mulut kuat kala menyimak Mermaid di layar lebar karena Chow akan membuatmu mengeluarkan tawa berderai-derai yang hampir tak ada putusnya serta berlangsung terus menerus. Mengingat banyolan absurd serba lebay khas Chow – biasa disebut juga sebagai Mo lei tau – menghiasi keseluruhan durasi film yang mencapai 90 menit, maka sesekali meleset adalah kewajaran. Momen-momen jayus sulit terhindarkan. Namun begitu sekalinya tepat sasaran mengenai target, bersiaplah jungkir balik di dalam bioskop. Bagi saya, ketepatan itu muncul melibatkan kata kunci bathtub, landak laut, tentakel, beserta kantor polisi. Saya tidak akan menjelaskan rincian adegannya seperti apa (ada baiknya juga hindari trailer karena sekelumit diantaranya telah dipaparkan) karena kamu harus merasakan sensasi kekocakannya sendiri. Yang jelas, selain tentakel, kedua momen emas tersebut terkemas begitu sederhana namun efektif dalam menyulitkanmu menahan tawa.
Dan, kamu tidak perlu khawatir daya pikat Mermaid agak menurun lantaran Chow tidak turut berpartisipasi dalam ngelaba di depan kamera karena seperti telah saya singgung sedikit di paragraf pembuka, ruhnya masih bisa dirasakan. Kita pun dapat melihat perwujudan sosoknya melalui karakter Liu Xuan (maupun karakter-karakter lain). Walau dideskripsikan sebagai pengusaha properti sukses, Liu Xuan memiliki jiwa ‘low class’ dengan tindak tanduk yang tidak jarang too weird to be true. Tanpa pernah berusaha terlalu keras menduplikasi, perangai Deng Chao dalam menghidupkan tokoh Liu Xuan seketika melambungkan ingatan kita ke sosok Chow. Seolah-olah kita melihat versi muda dari sang sutradara. Sedangkan Shan adalah cerminan karakter yang mudah merebut hati siapapun. She’s so lovable. Dia cantik, jelas, tetapi sisi charming-nya lebih kuat berasa pada kepolosan maupun ketulusannya. Lin Yun berhasil menyatukan lalu memancarkan ketiga energi positif tersebut sehingga penonton pun tak menggugat mengapa Liu Xuan cenderung terpikat ke Shan yang luar biasa sederhana malah cenderung agak ndeso dari penampilan ketimbang Ruolan (Zhang Yuqi), rekan bisnis Liu Xuan dengan tampilan fisik sangat menggoda yang sedikit banyak mengingatkan saya pada Song Hye-kyo.
Romantisme beserta canda tawa yang lalu diperjumpakan pula dengan isu besar mengenai pencemaran lingkungan dan parade aksi berbalut CGI konyol adalah menu yang disajikan Stephen Chow dalam Mermaid. Terkesan penuh sesak memang bahkan berdampak pula pada kurang tergalinya plot perihal lingkungan, namun akankah kita mengeluhkan ini ketika Mermaid sukses mencapai tujuannya untuk membuat penonton tertawa? Rasa-rasanya tidak perlu. Lagipula Chow mempunyai kepekaan bagus dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melontarkan humor dan kapan waktu yang tepat untuk menahannya. Peralihan nada film ke arah melankolis di paruh akhir pun dilangsungkan mulus. Air mata hasil tertawa lepas perlahan tapi pasti tergantikan oleh air mata hasil momen-momen dramatis yang sekalipun klise namun dieksekusi dengan sangat baik sehingga memunculkan sensasi menyentuh. Memadukan tawa, air mata, sekaligus secuil semangat (membara?), Mermaid adalah suatu paket hiburan yang komplit. Jika kamu menggemari karya-karya Stephen Chow atau semata-mata ingin mencari penghiburan atas kepenatan hidup, maka jelas Mermaid sebaiknya tak kamu lewatkan begitu saja. Percayalah, kamu akan tetap tersenyum-senyum bahagia selama melangkahkan kaki ke luar bioskop usai menonton film ini. Tidak mengherankan Mermaid bisa laris manis di pasar Asia, lha wong filmnya memang sangat menghibur!
Outstanding (4/5)
di Indonesia ngga gitu laris ya mas. Penasaran deh skrg udah turun...
ReplyDeleteIya. Sewaktu nonton juga cuma belasan penonton. Agak bingung sih kenapa film ini diemohi penonton padahal Mermaid tergolong crowd-pleasure sekali. Apa penonton masa kini sudah malas ke film Mandarin ya?
ReplyDelete