November 4, 2020

REVIEW - HUMANS (TV SERIES)

“You cannot fix humanity’s problems with technology.”

Pernah tidak membayangkan memiliki robot yang bisa mengerjakan semua hal? Maksud saya, robot yang bisa beberes rumah sampai kinclong, bisa bertindak selaiknya pelatih atau perawat profesional, sampai bisa memasak berbagai jenis makanan sehingga tak perlu repot-repot ke restoran. Terdengar menyenangkan, bukan? Praktis. Serial asal Inggris, Humans, yang dikreasi oleh Sam Vincent dan Jonathan Brackley berdasarkan serial dari Swedia bertajuk Real Humans ini menerapkan premis tersebut untuk diejawantahkan menjadi tontonan sepanjang tiga musim. Memberi kita gambaran seandainya robot mempunyai peranan lebih krusial dalam setiap lini kehidupan, ketimbang sebatas didayagunakan oleh korporasi-korporasi raksasa. Demi menjadikannya kian menarik, sang kreator pun tak mendeskripsikan robot-robot ini selaiknya mesin biasa atau menyerupai kaleng berwarna perak. Melainkan diperlihatkan seperti halnya manusia sampai-sampai kamu tak bisa membedakannya hanya dari pandangan secara sekilas. Bahkan, beberapa robot yang menjadi sentral penceritaan dalam Humans dikisahkan mempunyai emosi yang menjadikan batasan antara realita dan teknologi menjadi kian mengabur.

Salah satu robot tersebut adalah Anita (Gemma Chan) yang “diadopsi” oleh keluarga Hawkins demi mengurus segala tetek bengek berkaitan dengan urusan rumah tangga. Sang kepala keluarga, Joe (Tom Goodman-Hill), merasa kewalahan mengurus ketiga anaknya lantaran istrinya, Laura (Katherine Parkinson), kerap disibukkan oleh pekerjaannya sebagai pengacara. Meski kehadiran Anita sendiri disambut baik oleh Joe maupun si bungsu, Laura beserta putri sulungnya, Mattie (Lucy Carless), justru terusik dengan keberadaan robot yang disebut sebagai synth tersebut. Laura menaruh kecurigaan kepada Anita yang dianggapnya berniat menggantikan posisinya sebagai seorang ibu dalam keluarga Hawkins, sementara Mattie sendiri menaruh kebencian secara umum kepada synth yang dinilainya mengancam keberadaan umat manusia. Betapa tidak, synth yang didesain sebagai robot multifungsi ini membuat manusia mengalami ketergantungan dan lapangan pekerjaan pun kian mengecil akibat penggunaannya yang semakin masif. Bukankah ini berbahaya? Berkelindan bersama narasi yang berporos pada keluarga Hawkins adalah tiga plot yang menyoroti seseorang dari masa lalu Anita, dua detektif, serta seorang pria tua yang memiliki hubungan erat dengan synth miliknya.

Ya, Humans tidak hanya meletakkan fokus penceritaannya terhadap permasalahan pelik yang menghinggapi keluarga Hawkins akibat keberadaan sebuah robot. Anita sendiri mempunyai latar belakang yang telah diungkap sekelumit sedari episode-episode awal. Seperti telah dicurigai oleh Laura, synth tersebut bukanlah produk biasa yang sebatas tunduk kepada prosedur maupun perintah yang dialamatkan kepadanya. Dia mempunyai emosi, dia pun memiliki kesadaran atas tindakan-tindakannya yang menjadikannya menyerupai manusia. Dari pancingan berwujud flashback yang memberikan informasi mengenai nama asli Anita berikut kawanannya – synth yang memiliki kesadaran – inilah Humans lantas menggelembungkan kepenasaran hamba. Saya bertanya-tanya, siapa sebenarnya Anita? Mengapa dia bisa berbeda dibanding robot-robot sejenisnya? Apakah ada misi tertentu yang dibebankan untuknya? Pada saat bersamaan, rekan-rekan Anita dari masa lalu terlibat dalam kasus kriminal yang menghadapkan mereka dengan pihak kepolisian serta sekelompok peneliti yang mempunyai kepentingan. Melalui cabang penceritaan tersebut, serial menguarkan aroma thriller dengan tingkatan intensitas berada di level sedang yang sudah cukup untuk membuat penonton menginvestasikan waktu dan emosinya.

Namun Humans tak hanya menggaet atensi kita lewat serentetan misteri yang dikedepankannya, tetapi juga lewat isu yang dibawakannya. Serial ini meminta penonton untuk mempertanyakan soal kemanusiaan, kecerdasan buatan, serta teknologi. Tentang bagaimana kemajuan teknologi mereduksi interaksi antara sesama manusia, tentang bagaimana keahlian manusia tergantikan oleh robot yang kinerjanya bisa ditekan melampaui batas, dan tentang bagaimana hati nurani dipinggirkan lantaran robot tak memiliki emosi. Tapi bagaimana jika kemudian robot tersebut mempunyai kesadaran seperti halnya Anita? Apakah kita akan tetap bersikap semena-mena kepadanya karena secara teknis dia bukan makhluk hidup ciptaan Tuhan, atau kita akan memerlakukannya seperti manusia? Humans membawa perenungan tersebut kepada kita. Meski mungkin synth tak akan terwujud dalam waktu dekat, persoalan terkait relasi sosial yang merenggang akibat teknologi terasa nyambung dengan keadaan masa kini. Pemicunya tidak berasal dari robot yang bisa dipergunakan sesuka hati melainkan dari media sosial dan internet. Ya, seperti halnya synth, dua produk teknologi tersebut tadinya diciptakan dengan harapan dapat mempermudah segala permasalahan umat manusia. Tapi ironisnya, efek samping yang diberikannya justru dapat memberikan dampak negatif terhadap kemanusiaan. Mengerikan.

*Saat ini Humans sudah tersedia dari season 1 sampai 3 di situs streaming Mola TV. Kalian bisa menontonnya dengan mendaftar dan membayar paket langganan sebesar Rp. 12.500/30 hari. Murah sekali dan mudah sekali karena pembayaran dapat dilakukan melalui OVO maupun virtual account.*

 

4 comments:

Mobile Edition
By Blogger Touch