October 15, 2011

REVIEW : THE SMURFS


"Oh My Smurf!"

Hanya tinggal menunggu waktu bagi sekumpulan makhluk kecil berwarna biru bernama Smurfs untuk berkeliaran di layar lebar setelah Scooby Doo, Alvin and the Chipmunks hingga Transformers terbukti ampuh sebagai mesin pengeruk Dollar hingga melahirkan franchise sekalipun dihujat para kritikus. Berangkat dari sebuah komik berseri klasik asal Belgia karangan Peyo yang laris manis, The Smurfs lantas berkembang menjadi sebuah serial animasi di tahun 1980-an. Dengan mengombinasikan tokoh-tokoh berwarna biru yang imut dan menggemaskan dengan cerita yang mudah dicerna plus humor-humor slapstick, The Smurfs berhasil mengumpulkan jutaan fans dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Serialnya sendiri memang tidak lagi ditayangkan di stasiun televisi nasional di negeri kita, namun komik The Smurfs masih banyak dijumpai tertata manis di toko-toko buku. Seraya menyambut datangnya The Smurfs ke layar lebar, tidak ada salahnya jika kita berkenalan lebih dahulu dengan makhluk-makhluk ini melalui komiknya agar lebih memahami semangat The Smurfs yang diusung oleh Raja Gosnell. Sebagai seorang sutradara, Raja Gosnell memiliki catatan yang terbilang kurang menggembirakan. Selain Big Momma’s House, dwilogi Scooby-Doo, Beverly Hills Chihuahua dan The Smurfs, film buatannya kurang mendapat respons positif dari penonton. Begitupun dengan yang laris manis, kritikus menanggapinya dengan sinis.

Mengingat The Smurfs adalah sebuah adaptasi dari komik anak-anak dan Gosnell yang menanganinya, tentu Anda jangan terlalu serius dalam menilai film ini. Sejak awal pangsa pasar yang ditarget adalah keluarga. Maka jangan heran jika plot yang klise, villain yang kelewat bodoh dan humor slapstick khas film keluarga akan Anda temukan dengan sangat mudah disini. The Smurfs berkisah tentang Gargamel (Hank Azaria), seorang penyihir jahat, yang merusak kedamaian Desa Smurf tatkala para Smurf sedang sibuk mempersiapkan Blue Moon Festival. Desa Smurf porak poranda sementara para penduduknya lari menyelamatkan diri dari kejaran Gargamel yang mematikan. Di tengah pelarian, Clumsy (disuarakan oleh Anton Yelchin), terpisah dari rombongan dan menuntunnya ke sebuah gua misterius. Mengandalkan visi yang didapat sebelum serangan dari Gargamel, Papa Smurf (Jonathan Winter) memutuskan untuk menyusul Clumsy. Bergabung dengan Papa Smurf ada Grouchy (George Lopez), Brainy (Fred Armisen), Smurfette (Katy Perry), dan Gutsy (Alan Cumming). Sialnya, Gargamel dan kucingnya yang menggemaskan, Azrael (Frank Welker), berhasil mengejar mereka. Dalam kondisi terpojok, keenam jagoan kita ini nekat terjun ke sebuah pusaran raksasa yang melempar mereka ke New York. Disini, mereka tinggal bersama dengan pasangan muda, Patrick (Neil Patrick Harris) dan Grace (Jayma Mays), yang tengah menantikan momongan. Tentu Gargamel tidak membiarkan para Smurf ini bebas begitu saja. Perburuan terhadap Smurf terus dilakukan hingga memaksa Patrick dan Grace mau tak mau untuk terlibat.

Raja Gosnell memanfaatkan The Smurfs sebagai sebuah kesempatan baginya untuk menebus kesalahan-kesalahan yang telah dia perbuat kepada dwilogi Scooby-Doo yang mengecewakan itu. Elemen pondasi klasik yang dipergunakan untuk menciptakan sebuah film keluarga tetap dipertahankan, namun sekali ini Gosnell terbantu dengan naskah yang ditulis keroyokan oleh para penulis naskah yang beberapa diantaranya merupakan fans berat dari The Smurfs. Gosnell memang tidak lantas membuat The Smurfs sebagai sebuah masterpiece dan adaptasi terbaik di genrenya, tapi ini jelas merupakan sebuah peningkatan dan setidaknya tidak mengecewakan fans The Smurfs. Yang membuat saya senang, Gosnell dan tim penulis naskah tidak melupakan para penonton dewasa non fans sekalipun mereka bukanlah target utama. Humor yang bersinggungan dengan pop culture beberapa kali diselipkan dan cukup mampu membuat saya setidaknya menyunggingkan senyum. Memiliki kedekatan serta pengetahuan yang luas mengenai The Smurfs turut membantu tim penulis naskah dalam menyampaikan kisah. Mereka setia dengan gaya bertutur Peyo sehingga para fans pun tak merasa terkhianati meskipun ini akan membuat para penonton dewasa yang tidak akrab dengan The Smurfs mengernyitkan dahi menyaksikan sejumlah adegan yang dikreasi secara childish dengan humor-humor slapstick.

Naskah digarap serius, tidak hanya menyoal tentang petualangan para Smurf di Big Apple namun juga membahas hubungan antar karakter yang menjadikannya terasa sedikit sentimentil di beberapa adegan. Ini menjadi kekuatan The Smurfs tatkala kebanyakan film sejenis cenderung mengabaikan kekuatan naskah. Dari jajaran pemain pun sama sekali tidak mengecewakan. Ketiga bintang utama The Smurfs yang masing-masing berasal dari serial komedi yang berbeda (Glee, How I Met Your Mother dan Modern Family) tampil pas dan tidak berlebihan. Neil Patrick Harris menunjukkan kapasitasnya sebagai aktor komedi berbakat, sementara Sofia Vergara yang berperan sebagai atasan Patrick yang memiliki karakteristik layaknya Cruella de Vil sekalipun tidak secemerlang seperti saat di Modern Family akan tetapi tetap mencuri perhatian dengan aksennya yang khas. Jayma Mays bermain terlalu aman, posisinya diuntungkan dengan karakter Grace yang memiliki peranan penting dalam kehidupan Patrick. Sementara untuk pengisi suara dari para Smurf nyaris tanpa cela. Jonathan Winter yang pernah mengisi suara dalam versi animasi The Smurfs selama beberapa episode berhasil menjiwai karakter Papa Smurf dengan baik. Barisan pendukungnya pun patut mendapat acungan jempol. Andai saja saya tidak mengetahui siapa saja yang ambil bagian sebagai dubber, maka saya tidak akan menyadari Katy Perry ikut meramaikan suasana. Maka, Raja Gosnell pun patut melayangkan beribu ucapan berterima kasih kepada para pemain dan penulis naskah yang telah berjasa membawa The Smurfs setingkat lebih tinggi derajatnya ketimbang film sejenis sehingga karir Gosnell di Hollwood pun masih bisa terselamatkan. Yah, setidaknya pihak Sony Pictures tidak ragu untuk mengontaknya kembali demi The Smurfs 2.

Acceptable

2D atau 3D? Saya lebih menyarankan Anda untuk berhemat dengan menontonnya dalam versi 2D saja karena tidak ada perbedaan yang signifikan dalam versi 3D-nya.

1 comment:

Mobile Edition
By Blogger Touch