“Kau bukan istri aku!”
Di negeri asalnya, Malaysia, Misteri Dilaila tengah menjadi bahan
pembicaraan hangat. Disutradarai oleh sutradara muda berbakat Syafiq Yusof (Abang Long Fadil, KL Special Yusof) yang kebetulan masih memiliki hubungan darah
dengan Syamsul Yusof yang angkat nama berkat dwilogi Munafik, Misteri Dilaila
memang menggunakan resep bercerita yang tidak biasa untuk ukuran film setempat.
Disamping perpaduan genrenya yang memadupadankan elemen misteri dengan psychological thriller, horor berunsur
supranatural, serta komedi, keputusan si pembuat film untuk merilisnya ke bioskop
dalam dua versi berbeda turut menarik perhatian. Pembedanya memang hanya
terletak pada konklusi yang berlangsung di 15 menit terakhir dan gimmick jualan semacam ini pun bukan hal
yang sepenuhnya baru karena Clue
(1985) beserta Unfriended: Dark Web
(2018) telah terlebih dahulu mengaplikasikannya. Akan tetapi, untuk ukuran film
Malaysia, apa yang diperbuat oleh Syafiq Yusof jelas bisa dibilang revolusioner
sekalipun Misteri Dilaila turut
tersandung kontroversi plagiarisme akibat kemiripan narasinya dengan Vanishing Act (1986). Berhubung saya
belum pernah menyaksikan judul tersebut, kontroversi ini jelas tidak berimbas
dalam menyurutkan keinginan untuk menonton. Saya masih menaruh ketertarikan
terhadap Misteri Dilaila yang
sebagian besar dilandasi oleh faktor genre dan gimmick. Selain itu, saya juga ingin membuktikan hype di kalangan netizen Malaysia yang tak sedikit diantaranya bersedia memberi
nilai 11/10 untuk film ini. Sungguh emejing, bukan?
Mengalun sepanjang 82 menit – well, jika kamu menonton versi 1 maka
durasinya lebih pendek semenit – Misteri
Dilaila tidak menghabiskan banyak waktu untuk berbasa basi. Penonton
langsung dipertemukan dengan sepasang suami istri, Jefri (Zul Arifin) dan
Dilaila (Elizabeth Tan), yang sedang berlibur di Bukit Fraser. Konflik juga
mengemuka secara cepat seusai Jefri memutuskan untuk nongkrong bersama rekan
bisnisnya. Dilaila marah besar sehingga Jefri pun terpaksa tidur di sofa yang
kemudian menghadapkannya pada serentetan teror misterius. Apakah keanehan ini
hanya sebatas mimpi atau memang benar-benar terjadi? Belum sempat Jefri
mencernanya, keanehan lain kembali menimpanya setelah pagi menjelang. Ponselnya
mendadak raib, begitu pula dengan istrinya. Jefri mencoba menghubungi adik
iparnya, Farid (Mas Khan), tapi dia pun tak tahu menahu soal keberadaan
Dilaila. Dalam upayanya menemukan sang istri, Jefri lantas melaporkannya kepada
penyelidik setempat bernama Inspektur Azman (Rosyam Nor) yang tampak
berdedikasi dengan pekerjaannya. Tak berselang lama setelah laporan ini dibuat,
Jefri dikejutkan oleh satu kunjungan. Seorang pemuka agama yang disegani oleh
warga sekitar, Imam Aziz (Namron), tiba-tiba memasuki vila milik Jefri seraya
membawa seorang perempuan yang mengaku sebagai Dilaila (Sasqia Dahuri –
selanjutnya disebut Dilaila II). Yang kemudian membuatnya aneh, Jefri sama
sekali tak mengenali perempuan tersebut sementara orang-orang di sekitarnya
termasuk Farid mengenalinya sebagai Dilaila. Apa yang sesungguhnya terjadi di
sini?
Mesti diakui, Misteri Dilaila cukup berhasil membangun
ketegangan sekaligus memantik rasa penasaran pada paruh awalnya. Pertanyaan sederhana
seperti “kemana perginya Dilaila?” menjadi
landasan utama yang membuat saya bersedia untuk mengikuti permainan kreasi
Syafiq Yusof. Kemunculan satu dua karakter seperti Imam Aziz yang tindak
tanduknya teramat mencurigakan sampai-sampai saya meragukan identitasnya sebagai
pemuka agama dan Dilaila II yang jelas-jelas tidak mirip secara fisik dengan
Dilaila I, menambah daya tarik tersendiri bagi film. Pertanyaan sederhana yang
sempat saya ajukan tadi pun perlahan mulai berubah menjadi “siapa yang bisa dipercaya di sini?”. Dilaila II memang mempunyai
wajah berbeda dengan Dilaila I, tapi bagaimana jika Jefri sebetulnya adalah
pribadi manipulatif yang memiliki rencana keji terhadap sang istri? Maksud saya,
Jefri bisa saja diposisikan sebagai unreliable
narrator oleh si pembuat film yang kebenaran atas pernyataan-pernyataannya amat
diragukan. Terlebih lagi penonton juga tidak tahu menahu mengenai latar
belakangnya selain dia adalah suami dari Dilaila I. Ditunjang dengan sisi
teknis bergaya seperti tata artistik untuk villa yang ditempati karakter utama
beserta penyuntingan yang mengaplikasikan teknik mask transition, lalu ada pula performa pemain yang cukup baik dari
Rosyam Nor, dan Namron, saya sempat manggut-manggut sebagai isyarat bisa
memahami alasan publik Malaysia memberikan puja-puji setinggi langit untuk film
ini. Tapi setelah satu demi satu petunjuk digeber, saya berbalik
mempertanyakannya karena daya cengkram Misteri
Dilaila secara perlahan mengalami kemerosotan yang drastis.
Disamping teramat sangat
terganggu oleh jump scare dengan
iringan musik menusuk telinga yang esensinya kurang jelas (khususnya pada versi
dua), saya pun mulai mempertanyakan banyak keputusan maupun tindakan para karakternya.
Atau dengan kata lain, menemukan lubang dalam penceritaan. Setidaknya ada dua
perkara yang mengusik ketenangan diri ini: 1) tidak adanya foto Dilaila I, dan
2) Jefri yang bolak-balik bertindak konyol. Saya tahu ini sengaja dilakukan
oleh si pembuat film demi memperumit kasus hilangnya Dilaila I. Namun,
alih-alih meningkatkan rasa penasaran yang sudah terbentuk, saya justru gemas
bukan kepalang. Apakah Dilaila I adalah seseorang yang menjunjung tinggi
privasi sampai-sampai dia tidak mempunyai akun di media sosial? Apabila ini
terjadi di masa lampau dimana akses ke teknologi masih terbilang sulit, alasan “aku tidak mempunyai foto istriku di rumah
ini” tentu masih dapat diterima. Tapi di era dimana keranjingan gawai bukan
lagi sesuatu yang mengherankan, alasan semacam ini jelas menimbulkan keheranan kecuali Dilaila I memang enggan difoto oleh orang lain. Saya mendadak pening kliyengan
begitu menyadari bahwa internet seolah dianggap tidak ada oleh Misteri Dilaila dan kemudian kian
menjadi-jadi setiap kali melihat Jefri. Sosoknya jauh dari kata simpatik akibat
akting Zul Arifin yang terlampau meledak-ledak serta keputusan-keputusannya
yang ajaib. Apakah Jefri sebegitu tidak bisanya berpikir jernih sehingga dia
berkali-kali meninggalkan petunjuk penting tanpa penjagaan yang layak? Saat ini
terjadi untuk pertama kalinya, saya masih berusaha memaklumi kondisinya. Tapi saat
kembali terjadi untuk kali kedua, saya pun hanya bisa mengucap “Astaghfirullah, Jefriii... Kebangetan!”
Persoalan yang meradang Misteri Dilaila ini nyatanya memang kian
tak terkontrol seiring berjalannya durasi. Saya yang sudah menghirup minyak
angin agar tetap sadar di kursi bioskop seolah ingin mengibarkan bendera putih
saat melihat salah satu karakter tiba-tiba berlagak seperti orang gila hanya
untuk menegaskan bahwa dia jahat, lalu latar belakang sang villain pun dijabarkan seadanya yang membuat segala misteri –
apalagi kemunculan hantu – di film sukar untuk diterima. Saat kemudian film mengakhiri narasi dengan cara “sok
misterius”, saya seketika ingin berkomentar julid terhadap netizen Malaysia yang memberinya nilai 11/10. Baik versi pertama
yang mengambil pendekatan psychological
thriller maupun versi kedua yang menekankan pada horor, sama-sama bikin minyak
angin terasa seperti penyelamat akibat kepala yang nyut-nyutan. Saya jelas urung
dibikin mindblown karena perfilman
Indonesia sudah memiliki Kala (2007),
Pintu Terlarang (2009), sampai Belenggu (2012) yang jauh lebih
kompeten. Kalaupun pada akhirnya dibikin mindblown,
maka itu karena otak saya meledak akibat tak sanggup mencerna logika berceritanya yang penuh dengan penggampangan.
Duh.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteLumayan banyak sih kemiripan dengan film Vanishing Act (1986) produksi Inggris hampir 80%, premisnya lumayan mirip sih, istri hilang terus suami ragu itu istrinya atau bukan , anjing diganti kucing, pendeta diganti Ustadz dan lain sebagainya, mungkin sineas Malaysia harus banyak belajar dari sineas Indonesia 😅😅😅
ReplyDeleteBakal ulas film MatiAnak Derby Romero kah?
Itulah mengapa saat netizen di sana memuji setinggi langit rasanya ingin aku sahut: maaf, Indonesia sudah diberi sajian yang lebih bagus oleh Joko Anwar sejak satu dekade lalu. Hahaha.
DeleteMatiAnak kemungkinan bakal skip, nggak nonton. Lagi banyak agenda ke luar kota nih jadi mesti curi-curi waktu buat nonton :(
mantap gan infonya dan salam sukses selalu
ReplyDeletebagus bos artikelnya dan menarik
ReplyDeletekeren mas buat infonya da semoga bermanfaat
ReplyDeleteok sob infonya dan salam kenal
ReplyDeletesengangat terus ngeblognya mazz..
ReplyDeletemakasih gan buat infonya dan semoga bermanfaat
ReplyDeletebagus bos artikelnya dan menarik
ReplyDeletekeren mas buat infonya dan salam sukses selalu
ReplyDeleteok mantap sob buat infonya dan salam kenal
ReplyDeleteMenarik sekali, perlu saya coba ini..
ReplyDeletekebetulan lagi cara tentang hal ini.
artikel yang bermanfaat
ReplyDelete