October 14, 2013

REVIEW : MANUSIA SETENGAH SALMON


"Nyari rumah itu kayak nyari jodoh. Cocok-cocokkan. Nggak bisa langsung ketemu." - Ibu

Semoga Anda belum bosan dengan Raditya Dika karena dia akan kembali lagi melalui film ketiganya di tahun 2013 ini! Ya, setelah Cinta Brontosaurus yang laris manis (masih bertengger di urutan pertama film Indonesia terlaris 2013 dengan nyaris 900 ribu penonton) dan Cinta Dalam Kardus yang manis nan unik, Dika siap untuk kembali menyapa penggemarnya setelah istirahat selama, errr... 3 bulan, melalui Manusia Setengah Salmon. Dengan basis penggemar yang luas dan besar, maka tidak sulit untuk bagi keluaran terbaru ini untuk mengungguli pencapaian kedua pendahulunya dari segi kuantitas. Namun bagaimana dari sisi kualitas? Well... bagi Anda yang tergabung dalam jajaran fans, maka tak usah risau karena sekuel dari Cinta Brontosaurus ini masih menawarkan guyonan khas Dika yang akan tetap membuat Anda terpuaskan, sementara bagi Anda dari kalangan non-fans... bersiaplah untuk dibuat terkejut. Dibanding sang predesesor, Manusia Setengah Salmon adalah sebuah peningkatan. Ini lebih lucu, lebih berisi, lebih mengena, lebih jujur, lebih hangat, dan lebih quotable

October 8, 2013

REVIEW : GRAVITY


"I hate space!" - Ryan Stone

Terkesima dengan mulut menganga lebar, tiada bisa mengucap satu patah kata pun, dan mata terbelalak memandangi layar lebar adalah ekspresi yang didapat usai menyaksikan Gravity di bioskop. Hening untuk beberapa saat, kekaguman membuncah di dada, hingga lupa untuk memberikan standing ovation. Oh, atau mungkin hanya saya yang terlalu pemalu. Lalu apa yang terjadi saat melangkahkan kaki meninggalkan gedung bioskop, saya kudu berjuang mengatur nafas untuk kembali normal seperti sedia kala lantaran Alfonso Cuaron (Y Tu Mama Tambien, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Children of Men) juga telah menyebabkan efek sesak nafas, terlebih bagi saya yang memiliki riwayat claustrophobia. Damn you, Cuaron! Hingga beberapa menit (atau bahkan jam) ke depan, saya pun masih mengalami kesulitan untuk ‘move on’ dan malah sibuk merencanakan untuk kembali ke bioskop demi sekali lagi merasakan pengalaman sinematik luar biasa yang didapat dari menyimak Gravity dalam format 3D. Sungguh, Cuaron telah menyajikan sebuah mahakarya yang melampaui semua pengharapan, bahkan untuk ekspektasi yang membumbung tinggi sekalipun! 

October 4, 2013

REVIEW : RUSH


"A wise man can learn a lot from his enemies, rather than a fool from his friends" - Niki Lauda

Seorang kawan membagi pendapatnya perihal Rush kepada saya melalui sebuah pesan singkat, sekalipun dia belum menontonnya, “saya yakin ini tidak lebih dari film balap mobil biasa dimana adrenalin dipermainkan saat sejumlah pembalap F1 adu kecepatan di arena balap. Klise.” Nyatanya, apa yang diutarakan oleh kawan saya ini... melenceng dari perkiraan. Rush bukan hanya sekadar sajian ringan yang menggelar kisah dimana nyawa film bergantung sepenuhnya kepada arena balap yang ramai, berisik, dan penuh gejolak, namun melampaui itu semua. Sang sutradara, Ron Howard, turut mengajak penonton untuk menyelami lebih dalam bagaimana kehidupan dua legenda F1 yang berseteru di lapangan, James Hunt dan Niki Lauda. Apa mimpi besar mereka, bagaimana kerasnya perjuangan untuk mencapainya, hingga sederetan konflik yang menguji keteguhan hati demi mencapai posisi yang diimpikan. Di bawah penanganan Howard yang telah terbiasa dalam meracik sebuah film biografi dari tokoh-tokoh ternama, Rush hadir sebagai sebuah suguhan yang tidak hanya mampu membuat adrenalin terpacu, tetapi juga sanggup mempermainkan emosi penonton habis-habisan. Jelas, ini adalah salah satu film terbaik tahun ini. 

September 29, 2013

REVIEW : INSIDIOUS: CHAPTER 2


"How dare you!!!"

Dua tahun silam, Insidious hadir menyemarakkan bioskop Indonesia tatkala tengah dilanda paceklik film-film dari enam grup besar. Kala itu tak banyak harapan yang disematkan terhadap film ini sekalipun James Wan (dan rekannya Leigh Whannell) memiliki jejak rekam yang terbilang bagus dalam dunia film horor. Tapi apa yang kemudian terjadi, sama sekali di luar bayangan saya. Bisa-bisanya, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir saya keluar dari gedung bioskop dengan tubuh yang terkulai lemas. Suguhan yang tadinya dipandang sebelah mata, tak dinyana ternyata luar biasa ganas dalam membuat penonton ketakutan! Dengan cepat, word of mouth pun tersebar ke berbagai penjuru, berdampak pada meledaknya film berbiaya minim ini. Ketika torehan akhir melampaui prediksi siapapun, sekuel pun dipersiapkan. Berselang dua tahun dari jilid pembuka, Insidious: Chapter 2 menyapa penonton. Wan berniat untuk mengulang kembali kegemilangannya dalam membangkitkan bulu kuduk penonton. Akan tetapi, dengan formula yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya ditambah fakta teror The Conjuring masih belum luntur sepenuhnya dari ingatan, akankah Insidious: Chapter 2 sanggup meninggalkan kesan mendalam bagi para penonton, khususnya mereka yang jatuh hati dengan jilid awal? 

September 25, 2013

REVIEW : MALAVITA


Malavita atau yang dikenal juga sebagai The Family atau We’re a Nice Normal Family kala dirilis di negara-negara tertentu, memiliki daya tarik yang tak terbantahkan – setidaknya untuk penikmat film. Betapa tidak, hanya dengan melihat posternya, kita telah melihat ada nama-nama menjanjikan sekaligus menggiurkan; Luc Besson, Martin Scorsese, Robert De Niro, Michelle Pfeiffer, Tommy Lee Jones, dan si Quinn Fabray yang cantik dari serial televisi Glee... Dianna Agron! Lalu, Malavita pun dibekali dengan premis yang cukup unik dan mengundang selera; program perlindungan saksi untuk keluarga mafia. Belum lagi, Besson pun tidak segan-segan untuk menjumput sejumlah referensi terhadap film gangster (sebut saja Goodfellas dan Married to the Mob). Ckck. Dengan segala daya tarik ini, tentu tiada alasan untuk melewatkannya begitu saja, bukan? Terlebih setelah saya menyimaknya – dengan ekspektasi yang meninggi, tentu saja – Malavita rupanya sesuai dengan apa yang bisa saya harapkan. Menghibur, lucu, dan menegangkan! 

September 20, 2013

REVIEW : KEMASUKAN SETAN


"Gue udah nggak sabar pengen ketemu setan!" - Eddy

Kapan terakhir kali Anda menyaksikan film horor buatan dalam negeri yang mampu membuat Anda diliputi rasa tidak nyaman, terlonjak berulang kali dari kursi bioskop, dan sesekali enggan untuk menatap ke layar? Untuk saya, itu adalah empat tahun silam kala menyimak Keramat garapan Monty Tiwa. Selepas itu, tiada lagi yang benar-benar membekas di ingatan – walau dalam beberapa bulan terakhir ada yang lumayan semacam Hi5teria, Tali Pocong Perawan 2, hingga 308 – terlebih kian lama kian banyak sineas serakah yang seenak udelnya mengoyak-oyak genre horor dengan mencampurinya bumbu komedi garing dan seks murahan dimana dari sisi penceritaan pun tidak lebih dari copy paste. Ugh! Maka ketika ada sebuah film seram asal Indonesia yang rilis, belum apa-apa sikap skeptis sudah terpatri. Ini pula yang berlaku saat saya hendak menyaksikan Kemasukan Setan garapan Muhammad Yusuf – yang tahun lalu baru saja menelurkan The Witness. Akankah ini berbeda dari film sebelum-sebelumnya atau tak lebih dari sekadar pengulangan yang menyiksa? Well... usai melahap Kemasukan Setan, saya harus mengatakan... masih ada harapan bagi film horor Indonesia untuk kembali bangkit! Film ini tidaklah seburuk yang dikira banyak orang, malahan... justru sama sekali tidak buruk. 
Mobile Edition
By Blogger Touch